Cita-Cita Kamu Mau Jadi Apa?


Gambar oleh Cindy Parks dari Pixabay

Dulu, sewaktu saya masih kanak-kanak. Saya selalu merasa kebingungan untuk menjawab ketika ada orang yang bertanya pada saya,

“Cita-cita kamu mau jadi apa?”

Karena kepolosan saya, saya hanya menjawab bahwa saya tidak tahu. Jujur saja, saat itu saya belum memikirkan tentang masa depan sama sekali. Yang ada di pikiran saya saat itu hanyalah bermain dan bersenang-senang.

Ketika memasuki jenjang sekolah dasar, saya menemukan jawaban untuk pertanyaan semacam itu. Saya ingin menjadi seorang dokter. Jawaban tersebut muncul karena ikut-ikutan dengan teman-teman saya. Ketika dihadapkan dengan pertanyaan yang sama, kebanyakan teman-teman saya menjawab bahwa kelak ketika mereka dewasa, mereka ingin menjadi seorang dokter. Mereka berdalih bahwa dokter adalah suatu profesi yang mulia. Bahkan, kalau dipikir-pikir sampai sekarang pun masih menjadi hal yang lumrah bukan apabila banyak anak di Indonesia bercita-cita ingin menjadi seorang dokter? Namun, dari hati yang terdalam, saya sebenarnya tidak ingin menjadi seorang dokter. Karena dari dulu saya merasa tidak tega apabila melihat darah. Akhirnya, saya melepaskan cita-cita tersebut.

Kemudian, perubahan cita-cita terjadi ketika saya memasuki jenjang SMP dan SMA. Pada saat itu, saya bercita-cita ingin menjadi seorang guru. Saya menyadari bahwa dengan menjadi seorang guru berarti saya dapat membagikan ilmu yang saya miliki kepada banyak orang. 

Selain itu, banyak dari kalangan guru-guru saya yang mendukung ketika mengetahui bahwa saya bercita-cita ingin menjadi seorang guru. Itu adalah suntikan semangat tersendiri bagi saya ketika memutuskan untuk menjatuhkan pilihan di program studi S1 Pendidikan Matemarika UNILA pada Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Alhamdulillah, saya dinyatakan lolos pada SNMPTN untuk program studi S1 Pendidikan Matematika UNILA.

“Akhirnya, cita-cita menjadi guru sudah di depan mata,” begitulah pikir saya ketika melihat pengumuman SNMPTN.

Saya yakin pilihan Allah adalah yang terbaik. Sebelumnya, saya juga telah mengikuti Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru POLSTAT STIS (SPMB POLSTAT STIS), seleksi penerimaan mahasiswa baru Perguruan Tinggi Kedinasan (PTK) di bawah naungan Badan Pusat Statistik (BPS), dan dinyatakan lolos. Itu artinya, ketika saya menjadi mahasiswa di perguruan tinggi kedinasan tersebut maka saya akan diangkat menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) ketika saya lulus kelak.

Pada akhirnya, saya mengundurkan diri dari UNILA. Saya tinggalkan cita-cita saya untuk menjadi seorang guru dan menjalani kehidupan sebagai mahasiswa kedinasan di Politeknik Statistika STIS hingga saat ini.

Semakin saya bertambah dewasa, kini saya berpikir bahwa pada dasarnya semua profesi yang halal dan baik itu adalah profesi yang mulia. Entah itu dokter, guru, pegawai negeri, sopir angkot, satpam, dan pekerjaan lainnya. Tinggal bagaimana kita meniatkan dan menjalani profesi kita.

Alangkah indahnya jika profesi yang kita jalani itu diniatkan untuk ibadah dan mencari rida Allah. Bayangkan jika setiap pikiran dan tenaga yang kita kerahkan akan bernilai ibadah di sisi-Nya. Setiap keringat yang menetes karena lelah bekerja akan dihargai oleh-Nya. Justru, pekerjaan semacam itulah yang saya dambakan saat ini. Bukan lagi saya yang harus menjadi seorang dokter, guru, atau apapun itu.

Saya selalu berharap profesi sebagai ASN yang kelak akan saya jalani menjadi suatu sarana ibadah yang bisa mendekatkan diri pada-Nya, mencari ridanya-Nya, sekaligus mengabdi pada masyarakat dan negara.

Kebaikan hanya datang dari-Nya. Saya hanya bisa berusaha semampunya dan juga terus berdoa untuk kebaikan di masa depan.

Lantas, apa cita-citamu kelak?

Komentar