Resensi Novel "Cinta dalam 99 Nama-Mu" Karya Asma Nadia

IDENTITAS BUKU

Judul : Cinta dalam 99 Nama-Mu
Penulis : Asma Nadia
Editor : Andriyati, Isa Alamsyah, dan Tim Editor ANPH TheNita
Lay Out : Muhamad Ali Imron
Desain Cover : Resoluzy
Penerbit : Republika Penerbit
Tahun terbit :
Cetakan I, April 2018
Cetakan II, Maret 2019
vi+ 305 hal, ; 13,5×20,5 cm
Harga : Rp65.000 (Harga Pulau Jawa)


SINOPSIS

Dikisahkan, Arum seorang wanita penderita kanker yang berulang kali harus bolak-balik menjalani perawatan demi mengejar kesembuhan atas penyakitnya. Bertahun-tahun berjuang melawan penyakit membuat kondisi badan Arum terlihat kurus dan lemah. Meski tampak lemah di luar, ternyata Arum memiliki jiwa sosial yang tinggi. Semenjak duduk di bangku kuliah, ia menjadikan tempat kosnya sebagai rumah singgah bagi anak-anak jalanan. Arum ditemani rekan-rekannya tulus untuk membantu anak-anak itu, mereka memberi makan, tempat tidur, juga mengajari anak-anak itu membaca, mengaji, mengenalkan mereka pada 99 nama-Nya (Asmaul Husna), serta hal-hal bermanfaat lainnya. Disisi lain, mama Arum yang seorang dokter yang memiliki selerasa fesyen tinggi,  tidak suka melihat anak kesayangannya mendirikan rumah singgah tersebut. Justru, papa Arum yang seorang kepala sipir di lapas daerah tersebut sangat mendukung jiwa sosial Arum.

Lain halnya dengan Alif, ia adalah seorang pemuda yang sangat berkebalikan dengan Arum. Anak dari seorang pengusaha lahan parkir dan kontrakan sukses yang hidup bergelimang harta. Ia sangat patuh pada perkataan ibunya. Dari ibunyalah Alif mengenal 99 nama-Nya. Namun semenjak ibunya meninggal dunia, Alif yang seorang anak semata wayang di keluarganya itu semakin tidak betah di rumah, ia memilih untuk melampiaskan kesedihannya dengan minum-minuman alkohol, membuat mural di fasilitas umum dengan gengnya ataupun menyepi di villa milik keluarga di daerah Puncak. Tak jarang Alif suka membuat keonaran, Ia dibantu dengan anak-anak buah yang setia mendampingi. Hingga pada suatu waktu, Arum dan Alif dipertemukan karena sebuah insiden yang melibatkan keduanya di pusat perbelanjaan. Pertemuan itu membuat kesan Alif sebagai lelaki yang menyebalkan serta tidak beretika di mata Arum. 

Hidup terus berlanjut, hingga pada akhirnya ayah Alif meninggal dunia. Kini Alif menjadi anak sebatang kara hidup tanpa orang tua. Banyak kerabatnya yang memanfaatkan momen ini untuk merebut harta warisan yang ditinggalkan orang tuanya itu. Sebab, mereka merasa kakek Alif pilih kasih dalam mewariskan kerajaan bisnis pada ayah Alif. Hingga pada akhirnya, Alif terlibat sengketa dengan kerabatnya dan dijebloskan dalam penjara. Di penjara inilah Alif meniti kehidupan dari awal. Ia dipertemukan dengan sosok narapidana yang sangat disegani napi-napi lainnya, bernama Pak Dahlan. Dari nasihat-nasihat Pak Dahlan, ia banyak belajar untuk menekuri diri. Ia teringat akan 99 nama-Nya. Hal itu merubah hidupnya, ia bertekad untuk menjadi manusia yang lebih baik dari sebelumnya.

Takdir memang unik, Arum dan Alif dipertemukan kedua kalinya di lapas ketika Arum sedang mengunjungi ayahnya. Kali ini, Arum masih sebagai anak kepala lapas, namun Alif sebagai narapidana. Pertemuan itu, berakhir dengan perkenalan antar keduanya. Kesan kedua dari pertemuan itu, membuat Arum bersimpati pada Alif.

Di kesempatan lain ketika Alif telah bebas dari penjara, ia berjanji untuk membantu apapun di rumah singgah milih Arum sebagai bentuk permintaan maafnya pada Arum atas insiden di pusat perbelanjaan. Alif semakin intens bertemu dengan Arum. Ia membantu sebisanya sebagai relawan disana, mulai dari mengecat pagar dan tembok hingga mengajari anak-anak membuat kaligrafi. Dari sinilah timbul benih-benih cinta antara Arum dan Alif. Namun keduanya memilih untuk tidak menunjukkannya satu sama lain. Puncaknya adalah ketika terjadi insiden hebat yang menimpa Arum hingga hampir merenggut nyawanya. Arum yang selain berjuang melawan sel-sel kanker ganas yang menggerogoti tubuhnya itu kini nyaris berhadapan dengan maut. Namun beruntungnya, Alif dengan cepat menolong. Inilah yang menjadi penguat rasa cinta keduanya. Dengan yakin, akhirnya Alif memutuskan untuk melamar Arum.

RESENSI


Novel Cinta dalam 99 Nama-Mu merupakan karya ke-55 Asma Nadia, salah satu perempuan penulis Indonesia yang dikenal sangat produktif. Novel ini merupakan novel bertema romansa yang berbalut dengan nilai-nilai agama dan kemanusiaan. 

Digambarkan tokoh utama dalam novel ini, Arum, sebagai sosok yang memiliki jiwa sosial yang tinggi. Dengan setting tempat di kota Daerah Ibukota Jakarta yang merupakan kota metropolitan, memberi kesan yang pas apabila Arum sebagai pendiri rumah singgah bagi anak-anak jalanan di daerah tersebut. Selain itu, kondisi Arum sebagai penderita kanker yang bertubuh kurus lemah dan berwajah agak pucat namun bertekad mendirikan rumah singgah bagi anak jalanan meski ditentang mamanya, semakin menegaskan bahwa ia adalah orang yang memiliki jiwa sosial tinggi. 

Selain itu, penggambaran watak Alif sebagai sosok bad boy dipertegas dengan tindakannya yang sering berbuat keonaran, seperti minum minuman beralkohol juga membuat mural di fasilitas umum bersama gengnya. Wajahnya yang tampan bak bintang film Bollywood menjadi idaman para wanita. Alif sering sekali menjadi rebutan dari wanita-wanita di sekitarnya. Transisi sifat Alif yang keras menjadi sosok yang lebih religius mengingatkan pembaca untuk tidak mudah menilai seseorang dari masa lalunya saja. Terbukti, Alif yang dulunya seorang yang badung kini beralih menjadi pemuda yang religius. 

Gaya bahasa yang digunakan novel ini mudah dipahami. Beberapa kali Asma Nadia menyelipkan kosakata bahasa betawi pada penggalan dialog-dialog antar tokoh. Hal ini menambah kesan yang lebih familiar bagi pembaca.

Yang menjadi poin penting dalam novel ini adalah penerapan Asmaul Husna pada kehidupan sehari-hari. Tidak banyak novel religi mengusung Asmaul Husna sebagai topik utama. Selain itu, pembaca akan disuguhkan oleh penggalan sebait puisi yang berisi kata-kata mutiara setiap mengawali bab baru. Hal ini menjadi kelebihan dalam novel ini.

Tak ada gading yang tak retak. Setiap karya manusia tak luput dari kekurangan, begitu pula dengan novel ini. Di akhir cerita, pembaca berhasil dibuat penasaran oleh Asma Nadia. Sebab, kisah pada novel ini menurut saya memiliki akhir yang menggantung. Alif dengan tekad bulat memutuskan untuk melamar Arum. Ia menghampiri dan mengutarakan keinginannya tersebut padanya. Namun, di sisi lain Arum belum bisa menjawab tawaran dari Alif tersebut karena ia yang mengidap sakit kanker itu merasa dirinya tak pantas untuk Alif.

Terlepas dari kekurangan yang ada, secara umum novel ini layak untuk dibaca. Penggunaan Asmaul Husna dalam kisah yang disuguhkan novel ini dapat menjadi penguat iman bagi pembaca serta penenang jiwa ketika menghadapi persoalan-persoalan hidup.

Komentar